Kamis, 20 Desember 2007

E. Penggunaan Madu Dalam Peradaban Kuno

Sebagai produk organik yang dihasilkan lebah madu, sudah digunakan sejak zaman purba sebagai salah satu bahan pemanis. Peradaban kuno menganggap madu sebagai makanan dewa karena bisa membuat manusia berumur panjang. Orang-orang Mesir, Yunani dan Romawi kuno menggunakan madu untuk kue, minuman dan bumbu daging (B. Sarwono, 2001).
Pengobatan dengan madu sudah dikenal orang Mesir kuno sejak 2.600 SM. Madu dimanfaatkan sebagai salep antiseptik untuk mengobati luka oleh bangsa Yunani, Romawi, Assyria, India dan Cina kuno. Bangsa Jerman memakai madu saat PD II. Kaum perempuan di Mesir, Yunani dan Rusia memanfaatkan madu untuk memelihara kecantikan kulit wajah agar cantik, bersih, menghilangkan noda dan bintik-bintik hitam, serta mencegah keriput.
Para Firaun Mesir kuno yang dikuburkan di Piramida, dibekali madu mentah sebagai bekal di alam baka. Bahkan para filsuf Yunani merekomendasikan madu untuk memperpanjang umur. Pun banyak atlet juara olimpiade kuno dan para pahlawan olimpiade modern mengandalkan serbuk sari sebagai sumber stamina (Pak Oles, Manggala, 6-12/6/2001).
Pada zaman Mesir kuno, Yunani kuno dan Indian kuno, selain sebagai pengawet daging, madu juga digunakan untuk mengawetkan jenazah seperti mumi fir'aun. Sebelum disemayamkan, jenazah direndam beberapa hari di dalam larutan madu. Selain itu, ditemukan juga seorang bayi anak raja Mesir yang diawetkan dalam sebuah kontainer penuh madu dalam salah satu piramid di Gizeh. Bangsa Yahudi juga menggunakan madu untuk mengawetkan orang-orang yang mereka hormati.
Semua fakta yang tersebut di atas sebagai bukti bahwa madu mengandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen sehingga berfungsi baik dalam pengawetan. Selain madu, poduk lebah seperti propolis juga digunakan sebagai obat sejak abad ke-12. Orang Yunani dan Romawi menggunakan propolis untuk mengobati luka lebam pada tubuh akibat perang. Begitu juga dengan bangsa Yunani, menganggap madu sebagai hadiah paling berharga yang diberikan alam kepada manusia.
Sebagai sumber energi, madu sudah dirasakan Raja Farouk dari Mesir. Sang raja mampu “membagi waktu” secara adil dan merata bagi 400 orang selir yang ditampung dalam sebuah Harem. Caranya, setiap pagi minum beberapa seloki madu. Sementara Raja Solon yang berkuasa di Kerajaan Atena, Yunani pada tahun 638-558 SM, secara khusus menganjurkan kepada rakyatnya agar memelihara lebah guna membangun ekonomi negara. (Drs Ketut Patra, Kompas, 5 Oktober 1978).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar