Sejarah lebah madu, sudah ditulis sejak ratusan tahun sebelum masehi; Aristoteles (342 tahun SM ), Cato (200 tahun SM), Varro (100 tahun SM), Virgil (50 tahun SM), Collumella (60 tahun SM) dan abad baru ditandai dengan penerbitan buku ’’De Animalibus Insectis Libri Sertem’’ oleh Ulysse Aldrovandi (1602). Buku itu menceritakan penduduk asli di Cumana yang terbiasa makan tempayak lebah, dan abu lebah digunakan untuk mempercepat pertumbuhan jenggot.
Buku lainnya yang terbit di Inggris ditulis Thomas Hill berjudul ‘’The Arts of Gardening’’ (1574). Memasuki abad ke-18, banyak karangan baru yang diterbitkan. Pada abad ke-19, karangan tentang ternak lebah modern kian meluas di seluruh dunia terutama di negara barat, dan bahkan sejak awal abad ke-20 tak terhitung jumlah penerbit yang membahas masalah perlebahan di dunia.
Masyarakat Mesir dan Yunani kuno menggunakan madu untuk berbagai keperluan. Dalam sebuah dokumen Mesir kuno yang ditulis sekitar tahun 2600-2200 SM di atas papyrus menyatakan, madu merupakan bahan utama penyembuh luka. Sebuah catatan tahun 1553-1550 SM juga menulis, selain diresepkan sebagai penyembuh luka, madu juga bermanfaat untuk melancarkan saluran pencernaan dan meredakan nyeri pada perut.
Pythagoras sebagai ahli ilmu pasti mencapai usia 90 tahun karena selalu minum madu. Pelopor pengembangan teori atom, Democritus selalu mencampurkan madu dalam makanan sehingga dapat hidup lebih dari 100 tahun. Democritus membuka resep awet muda yaitu rutin minum madu setiap hari dan menggosokkan kulitnya dengan minyak.
Penyair Romawi terkenal, Ovidius menyarankan agar setiap orang selalu minum madu dan susu supaya tetap bugar dan sehat. Aristoteles (bapak Ilmu Pengetahuan Alam) berpendapat yang sama bahwa madu mempertinggi kesehatan manusia dan memperpanjang umur. Begitu juga Pollius Romillius (senator Romawi), Pliny (pengarang sejarah alam semesta) dan Dioscorides (ilmuwan Yunani) melalui lukisan mereka dinyatakan, madu sangat mujarab untuk pengobatan penyakit usus dan luka-luka infeksi (Pak Oles, Koran Pak Oles, Edisi 112, 2006).
Sebuah catatan tertulis menyatakan, prajurit Roma membawa kue kering yang terbuat dari bee pollen, madu dan biji padi-padian sebagai ransum saat dalam perjalanan. Analis kimia modern membuktikan, bee pollen mengandung nutrisi yang cukup untuk memperpanjang usia dan menjaga tubuh dalam kondisi prima.
Bapak kesehatan modern Hippocrates (460-370 SM) juga menganjurkan bee pollen dan propolis sebagai obat untuk meningkatkan kualitas kesehatan. “Jadikanlah madu sebagai obatmu dan obatmu sebagai makanan,” ungkap Hippocrates yang hidup hingga usia 107 tahun. Pada masa itu, madu sering dipakai untuk menambah tenaga karena kandungan kalorinya yang tinggi. Hippocrates membuat resep yang disebut oxymel; campuran antara vinegar atau cuka dengan madu untuk pengobatan nyeri atau sakit. Resep lain; hydromel yaitu campuran air dan madu untuk pelepas dahaga dan pengobatan demam ringan. Untuk pengobatan demam akut, Hippocrates membuat ramuan yang terdiri dari campuran madu, air dan berbagai tumbuhan obat (dr Adji Suranto, SpA, 2005).
Pada abad pertengahan, ilmuwan muslim Arab yang cukup tersohor Ibnu Sina alias Avicenna (980-1037 M) menuliskan dalam sebuah dokumen kuno, ‘’Madu dapat membantu penyembuhan ketika kita terserang pilek, dapat membuat kita merasa lebih gembira, merasa sehat, melancarkan pencernaan, mengobati masuk angin, dan membuat rasa masakan menjadi lebih enak. Madu adalah cairan untuk menjaga tubuh agar tetap terlihat muda dan segar, memperbaiki daya ingat, dan meningkatkan kecerdasan’’.
Ibnu Sina juga menulis, madu berkhasiat amat manjur untuk mengobati kulit yang terinfeksi. Madu sering digunakan untuk penyembuhan segala jenis luka. Menurut Ibnu Sina, madu dapat memperpanjang umur dan memelihara kemampuan bekerja di hari tua. Ia menganjurkan agar orang yang berusia 45 tahun ke atas harus minum madu teratur bersama buah-buahan berdaging keras yang banyak mengandung minyak.
Kamis, 20 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar