Kamis, 20 Desember 2007

G. Madu Dalam Kitab Suci

Literatur madu sebagai obat dan makanan selain tertera pada sejumlah naskah kuno, juga tertuang dalam ayat-ayat Alqur’an, Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru, Taurat, Kitab Weda dan mitologi Hindu.

Al Qur’an
Madu merupakan obat sekaligus satu-satunya suplemen yang direkomendasikan Al Qur'an seperti yang tertera pada surat An Nahl (16) ayat 68-69: ‘’Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan".
Sebuah kupasan menarik tentang lebah disampaikan Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al Qur’an. "... Maka pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti lebah. Mengapa lebah? Karena makhluk ini memiliki banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina, tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan betina. Keajaibannya juga tidak hanya terlihat pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau bakteri menyusup ke dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan dan obat bagi sekian banyak penyakit. Keajaiban lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu".
Lebah dipilih Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan-Nya agar menjadi pengantar keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. Karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, menurut Rasul, adalah "bagaikan lebah, tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu".
Kemudian khasiat madu ditegaskan lagi dalam Hadits yang diriwayatkan Bukhari: ‘’Madu adalah penyembuh bagi semua jenis sakit dan Al Qur’an adalah penyembuh bagi semua kekusutan pikiran’’.
Filosofi lebah juga banyak mengajarkan kepada manusia tentang arti hidup. Misalnya lebah itu mencari makanan atau rejeki di tempat yang bersih seperti bunga-bunga dari pepohonan sehingga memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Berbeda dengan lalat yang selalu mencari rejeki di tempat yang kotor sehingga menimbulkan berbagai penyakit kepada manusia.

Alkitab
Kitab Perjanjian Lama memiliki banyak referensi tentang madu sebagai lambang semua berkat Allah yang berlimpah, menyenangkan dan dirindukan. Kitab Keluaran menggambarkan Tanah Perjanjian sebagai “suatu negeri yang berlimpah-limpah madu” (Kel 33:3). “Sebab Tuhan, Allahmu membawa engkau masuk ke dalam negeri yang baik…suatu negeri dengan …madunya…di mana engkau tidak akan kekurangan apapun. (Ulangan 8:7-9)
Dalam Mazmur, ada kutipan, “Tetapi umat-Ku akan kuberi makan gandum yang terbaik dengan madu dari gunung batu, Aku akan mengenyangkannya.” (Mazmur 81:17) dan Amsal berkata, ‘’Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.’’ (Amsal 16:24). “Anakku, makanlah madu, sebab itu baik; dan tetesan madu manis untuk langit-langit mulutmu.” (Amsal 24:13).
Pada zaman Israel kuno, madu merupakan sumber gula utama alami yang dipakai untuk memanggang, membuat minuman dan pemanis makanan. Selama ribuan tahun, mereka menyajikan madu sebagai suatu cara menghormati tamu. Biasanya disajikan setelah akhir menu utama di malam hari.
Sedemikian pentingnya madu dalam tradisi Yahudi sehingga sebagian sarjana percaya suatu pengecualian dibuat untuknya dalam hukum makanan: serangga dan produk serangga biasanya dianggap tidak bersih, tapi madu adalah kosher (Halalnya orang Yahudi –Red). Dalam Perjanjian Baru, sosok Yohanes Pembaptis dilukiskan sebagai pria yang memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan. (Mat 3:4, Markus 1: 6). Madu mengandung protein yang tinggi sehingga kerap dikonsumsi para pertapa di hutan sebagai suplemen dan sumber energi.
Bahkan di Timur Tengah disebut honey cream, --seperempat hingga setengah cup madu ditambahkan ke dalam 1 pint yogurt plain, sour cream atau heavy cream. Biasanya, madu dan yogurt (sour cream atau heavy cream) ditaruh dalam mangkuk di atas meja dan setiap tamu mencampur honey cream sendiri untuk dicicipi. Di malam yang dingin, yogurt atau krim dipanaskan. Pada musim panas, yogurt didinginkan di bagian terdingin dari lemas es (Benny Hin, 2006).

Weda
Dalam Kitab Suci Weda tertulis: ‘’Hidup manusia akan diperpanjang dan diawetkan jika dalam makanannya sehari-hari selalu ada madu...,’’ Dalam ajaran agama Buddha ada 5 jenis obat yang bisa dikonsumsi para bhikku setelah makan siang, salah satunya adalah madu. Selama 3 bulan para bhikku dan bhikkuni yang meditasi tidak konsumsi apapun kecuali madu. Seperti yang disebutkan dalam Vinaya Pitaka, ‘’Beberapa jenis obat yang dipakai oleh bhikku yang sakit adalah ... madu’’ (Mahavagga VI.208 15-10).

Mitologi Hindu
Dalam mitologi Hindu terdapat penghargaan yang tinggi terhadap serangga penghasil madu. Lebah menempati kedudukan sangat terhormat dan dilambangkan sebagai perwujudan Dewa Wisnu yang sedang hinggap di atas bunga teratai (padma) guna memberi kehidupan dan kemakmuran kepada seluruh makhluk di mayapada.
Menurut Hinduisme, Wisnu adalah sebutan Tuhan, dalam fungsinya sebagai Pelindung dan Pemelihara dengan segala kasih sayang-Nya. Sedangkan bunga teratai adalah lambang keharmonisan alam, kesucian dan kedamaian abadi. (Drs Ketut Patra, Kompas, 5/10/1978).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar